Yuk kita SHolat...

Sholat adalah wujud penghambaan kita kepada Allah. Sholat adalah saat di mana kita merajuk dan memohon kepada Allah. Sholat adalah bukti bahwa kita bukan orang-orang yang sombong di hadapan Allah. Yaitu orang-orang yang merasa tidak butuh kemurahan, bantuan, petunjuk, pengetahuan, rejeki dan segala kenikmatan lainnya dari Allah.
Allah telah memberikan segala yang kita butuhkan untuk menikmati kehidupan dunia ini. Namun lima kali lima menit untuk sekedar menempelkan dahi ini ke tanah tidak jarang merupakan hal yang berat bagi kita. Lima kali lima menit untuk menyampaikan rasa terima kasih kita kepada Allah. 

Lima kali lima menit yang akan membersihkan diri dari dosa. Yang akan mengekalkan nikmat Allah atas diri kita. Lima kali lima menit yang berbuah surga. Ini adalah tulisan untuk mengingat diri kami pribadi atas kelemahan dan kelalaian dalam mengerjakan sholat selama ini. Semoga kita bisa belajar dari gambar-gambar tentang kegigihan orang dalam memenuhi panggilan Tuhannya di bawah ini.

Sumber : Al habib
Tanggal 27 Rajab adalah hari dimana Rasulullah saw diperjalankan oleh Allah dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Dalam peristiwa yang luar biasa itu, Allah SWT mewajibkan ibadah sholat lima waktu kepada umat Rasulullah saw. Sudah berabad-abad lamanya peristiwa Isra’ dan Mi’raj meninggalkan kita. Itu berarti sudah berabad-abad pula umat Rasulullah saw – dari generasi ke generasi – menunaikan ibadah sholat dalam keseharian mereka. Pernahkah kita merenungi dimana letak pentingnya sholat?
Sholat adalah satu-satunya ibadah yang harus selalu dilakukan dalam keadaan yang bagaimanapun juga. Meskipun kita sedang bepergian jauh, sedang sakit, sedang berada dalam suasana yang menakutkan dan mencekam, atau sedang dalam peperangan, kita tetap harus melakukan sholat. Hanya wanita yang sedang haidh dan nifas saja yang tidak wajib melakukan sholat.
Coba kita bandingkan dengan ibadah-ibadah yang lainnya, misalnya puasa Ramadhan. Mereka yang sedang sakit boleh meninggalkannya, lalu menggantinya secara leluasa ketika sudah sembuh. Bahkan jika sakitnya berlangsung terus-menerus, ia boleh tidak berpuasa tanpa harus mengganti puasanya pada kesempatan lain, dan ia cukup membayar fidyah sebagai penggantinya. Demikian pula, seorang jompo yang sudah tidak kuat berpuasa boleh meninggalkan puasa dengan membayar fidyah.

Ada apa sebenarnya dengan sholat? Mengapa ia sedemikian penting?
Allah SWT menegaskan bahwa tidaklah manusia dan jin diciptakan kecuali untuk beribadah kepada-Nya (QS Adz-Dzariyat: 56). Ini artinya, setiap waktu kita harus selalu beribadah kepada Allah SWT. Salah satu bentuk ibadah yang dimaksud adalah sholat, disamping ibadah-ibadah lainnya dalam pengertian yang luas – yaitu apapun yang mendatangkan ridha Allah SWT.
Adapun hikmah dari diwajibkannya sholat setiap hari tanpa adanya hari libur, yang jumlahnya lima kali dalam setiap harinya, adalah agar kita tidak pernah lepas dari keadaan bersujud kepada Allah SWT, dimana sujud adalah ibadah yang paling utama, simbol ketundukan hamba kepada Tuhannya, dan juga keadaan dimana seorang hamba paling dekat dengan Tuhannya.Disamping itu, kita juga harus selalu menunaikan sholat, lima kali setiap hari, agar hubungan kita dengan Allah SWT tidak pernah terputus. Agar kita senantiasa ingat kepada-Nya. Setiap sekian jam kita berurusan dengan dunia harus di-break dengan sholat, agar kita ingat kembali kepada Sang Pencipta dan Sang Penguasa.
Itulah mengapa kita harus menunaikan sholat setidak-tidaknya lima kali setiap hari. Bagi orang-orang yang tidak beriman dan tidak paham, sholat akan dianggap sebagai beban yang berat. Mereka berpikir, lima kali setiap hari adalah jumlah yang sangat memberatkan. Padahal kalau kita ingat peristiwa Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah saw sudah menawar frekuensi sholat wajib dari lima puluh kali setiap hari menjadi lima kali saja.
Orang-orang yang tidak beriman dan tidak paham mungkin juga berpikir bahwa sholat hanya akan mengurangi efisiensi dan produktivitas. Lagi asyik-asyiknya bekerja, kenapa harus berhenti untuk sholat? Jumlah jam kerja juga bisa berkurang gara-gara sholat. Inilah yang ada dalam pikiran mereka. Mereka hanya berpikir secara sempit. Mereka lupa atau mungkin tidak mengerti bahwa manusia itu diadakan dengan tujuan asasi untuk beribadah kepada Allah SWT. Seandainya mereka memahami kehidupan secara lebih holistik seperti ini, niscaya pandangan sempit mereka akan berubah. Lagipula, pikiran dan jiwa manusia itu butuh istirahat. Dan sholat adalah salah satu sarana terbaik untuk itu. Rasulullah saw berkata kepada muadzinnya, Bilal ra, “Wahai Bilal, rehatkanlah kami dengan sholat.” Ya, dengan sholat pikiran dan jiwa akan kembali menjadi segar. Lalu dengan pikiran dan jiwa yang segar, kita justru akan bisa bekerja dengan lebih baik, lebih efisien, dan lebih produktif.

Evaluasi Diri
Sekarang mari kita bertanya, berapa banyak umat Islam di negeri ini yang mau menunaikan sholat? Tidak sedikit orang mengaku muslim tetapi tidak pernah melakukan sholat! Padahal Rasulullah saw bersabda, “Pembatas antara seseorang dengan kekufuran adalah sholat.” (HR Jama’ah selain Al-Bukhari)
Lalu, diantara mereka yang mau melakukan sholat, berapa banyak yang sholat lima waktunya “penuh” dan tidak “bolong-bolong”? Tentu jumlahnya lebih sedikit lagi! Bahkan sangat sedikit!
Jika kita bertanya lagi, berapa banyak laki-laki muslim yang sholat lima waktunya “penuh” dan sering berjamaah di masjid? Mungkin kita akan malu menyebut angkanya! Padahal, kita masih berbicara tentang sholat wajib, belum sholat rawatib, sholat dhuha, apalagi sholat tahajud. Juga belum berbicara tentang kualitas dan kekhusyukan sholat.
Pernah suatu ketika seorang pemuda Palestina berkata dengan penuh semangat kepada seorang serdadu Zionis Israel, “Sesungguhnya kami akan mengalahkan kalian, sebagaimana janji Allah dan Rasul-Nya.” Mendengar itu, sang serdadu menimpali sambil tertawa, “Ya, memang kalian akan mengalahkan kami, tapi bukan sekarang. Kami baru akan bisa dikalahkan ketika kaum muslimin gemar melakukan sholat berjamaah di masjid sehingga jumlah shaf sholat shubuh sama dengan jumlah shaf sholat Jum’at.”
Marilah sekarang kita melihat keadaan umat ini. Shaf sholat shubuh di masjid-masjid hanya diisi oleh segelintir orang yang sudah tua renta, sedangkan kaum mudanya lelap dalam tidurnya sehingga sholat shubuhnya kesiangan, atau bahkan tidak sholat shubuh! Jika demikian keadaannya, kapan umat ini akan kuat dan berjaya? Hal lain yang perlu kita evaluasi adalah efektivitas sholat kita. Dengan jelas dan tegas, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sholat mencegah (pelakunya) dari perbuatan keji dan munkar.” (QS Al-Ankabut: 45) Sekarang kita mendapati fakta bahwa masih banyak orang Islam di negeri ini yang melakukan – bahkan menggemari, melakukan dengan terang-terangan, atau melakukan tanpa rasa malu – perbuatan keji dan munkar seperti melakukan tindak kriminal, melakukan korupsi, melakukan praktek manipulasi dan mafia, berzina dan sebagainya. Dari fakta ini, kita bisa menyimpulkan, pasti masih banyak orang Islam di negeri ini yang tidak menjaga sholat atau bahkan tidak sholat sama sekali. Tidak menjaga sholat bisa berarti sholatnya masih “bolong-bolong”, hanya sholat jika “ati karep”. Bisa pula berarti lalai dan tidak khusyuk ketika melakukan sholat, atau sholat karena riya’, atau tidak menjaga nilai-nilai sholat diluar sholat, atau dengan kata lain ‘sholatnya tidak membekas’. Tidak jarang kan kita melihat orang Islam yang melakukan sholat atau datang ke masjid, tetapi masih korupsi, masih mau menerima suap, atau masih berzina? Ini tidak mungkin terjadi jika seseorang benar-benar menjaga sholatnya, baik kuantitas maupun kualitasnya. Firman Allah SWT pasti benar. Barangsiapa menjaga sholat, niscaya sholatnya itu akan mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar. Bagaimana dengan diri kita?
Penting juga untuk bertanya kepada diri kita masing-masing, apakah kita masih merasa berat untuk menunaikan sholat? Apakah kita masih melakukan sholat karena semata-mata memandangnya sebagai kewajiban yang harus ditunaikan? Ataukah kita sudah bisa melakukan sholat tidak hanya karena itu wajib, tetapi karena kita memandangnya sebagai sebuah kebutuhan dan kenikmatan, sehingga kita tidak cukup hanya sholat lima waktu, tetapi ingin melakukan sholat-sholat sunnah sebanyak mungkin?
Berbahagialah kita jika sudah bisa menikmati sholat, karena dengan demikian kita tidak pernah lagi merasa berat untuk melakukan sholat. Sebaliknya, kita akan merasa senang, riang, dan bahagia ketika melakukan sholat. Itulah yang dicontohkan oleh Nabi saw yang menganggap sholat sebagai rehat. Betapa tidak, bukankah ketika sholat kita ‘bercakap-cakap’ dan ‘bercumbu’ dengan Yang Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan Maha Indah? Adakah sesuatu yang lebih besar, lebih penting, dan lebih menyenangkan daripada hal itu? (ikadijatim.0rg)

Renungan Hidup
Jika usia kita kini 38 Tahun dan….
Andai jatah hidup kita di dunia ini 60 tahun, dengan usia kita saat ini , berarti sisa hidup kita tinggal berapa tahun lagi….. .
Andai jatah hidup kita di dunia ini 50 tahun, dengan usia kita saat ini, berarti sisa hidup kita tinggal berapa tahun lagi……
Andai jatah hidup kita di dunia ini 40 tahun, dengan usia kita saat ini, berarti sisa hidup kita tinggal berapa tahun lagi……
Bagaimana jika jatah umur kita sudah habis dan besok atau lusa Malaikat Ijrail mencabut nyawa kita? Duh! Betapa singkatnya hidup ini.
Jika demikian, betapa tidak akan terasa menjalani sisa hidup yang lebih pendek lagi; 22 tahun, 12 tahun, 2 tahun, atau malah cuma dua hari lagi…
Andai selama 38 tahun itu kita tidur selama delapan jam perhari, berarti sepertiga hidup kita hanya dipakai untuk tidur, yakni sekitar 12,7 tahun. Andai sisa waktu kita perhari yang tinggal 16 jam itu kita pakai 4 jam untuk nonton tivi, ngobrol ngalor-ngidul, santai, dan melakukan hal-hal yang tak berguna, berarti sisa waktu kita perhari tinggal 12 jam. Sebab, yang 12 jamnya dipakai untuk tidur dan melakukan hal-hal tadi. Dua belas jam berarti setengah hari. Jika ia dikalikan 38 tahun, berarti 19 tahun (separuh umur kita) hanya kita pakai untuk tidur dan melakukan hal-hal yang tak berguna.
 
Dalam usia 38 tahun itu, kita, misalkan, baru mulai bekerja efektif pada usia 25 tahun. Berarti kita bekerja sudah 13 tahun. Jika rata-rata kita bekerja 8 jam perhari, berarti kita telah menghabiskan waktu kita untuk bekerja 1/3×13 tahun=3,9 tahun. Artinya, dari 38 tahun itu kita menghabiskan total kira-kira 22,9 tahun hanya untuk tidur dan bekerja mencari dunia; termasuk nonton tivi, ngobrol ngalor-ngidul, santai, dan mungkin melakukan hal-hal tak berguna.
Mari kita bandingkan dengan aktivitas ibadah kita, juga dakwah kita. Andai shalat kita yang lima waktu, ditambah shalat-shalat sunnah, memakan waktu total hanya 1,5 jam perhari, berarti kita hanya menghabiskan 547 jam pertahun untuk shalat. Itu berarti hanya sekitar 23 hari pertahun. Andai kita baru benar-benar menunaikan shalat umur 15 tahun (saat mulai balig), berarti kita baru menghabiskan sekitar 414 hari (=23×18 [38-15]) untuk shalat. Artinya, selama 38 tahun, kita menunaikan shalat hanya 1 tahun 49 hari!

Bagaimana dengan aktivitas dakwah kita? Andai dakwah kita baru kita mulai pada usia 20 tahun dan hanya memakan waktu rata-rata 2 jam perhari, berarti kita menghabiskan waktu kira-kira 547,5 hari untuk berdakwah. Artinya, kita hanya menghabiskan waktu 1,5 tahun saja untuk berdakwah.

Mari merenungkan firman Allah SWT (yang artinya):
Tidaklah Aku menciptkan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku
(QS adz-Dzariyat [51]: 56).:

Allah menciptakan hidup kita  dan memberi usia sekian puluh tahun sesungguhnya agar kita gunakan untuk beribadah kepada-Nya. Namun kenyataan-nya, hidup habis untuk tidur dan bekerja mencari dunia, juga melakukan hal yang sia-sia. Sebaliknya, hanya sebagian kecil usia di habiskan untuk ibadah dan dakwah.

Bagaimana dengan “Bekerja yang termasuk bagian dari ibadah juga.”

Bagaimana jika semua itu ternyata tidak bernilai di sisi Allah?
Bagaimana jika amal-amal kita ternyata tidak diterima oleh Allah?
Bagaimana jika shalat kita yang jarang sekali khusyuk itu ditolak oleh Allah?
Bagaimana pula jika dakwah kita pun—yang mungkin kadang bercampur dengan riya dan tak jarang minimalis—tak dipandang oleh Allah?

Kita tidak boleh pesimis. Kita harus penuh harap kepada Allah, semoga semua amal-amal kita Dia terima. Namun, kita pun sepantasnya khawatir jika semua amal yang selama ini kita anggap amal shalih dan bernilai pahala, ternyata sebagian besarnya tidak bernilai apa-apa di sisi Allah. Na’udzu billâh. Kita memang tidak berharap seperti itu.

Di sisi lain, setiap hari, puluhan kali kita bermaksiat. Kalikan saja, misalkan, dengan 23 tahun usia kita (38 tahun dikurangi masa kanak-kanak prabalig).

“Ya Allah, setiap detik karunia dan nikmat-Mu turun kepadaku. Namun, setiap detik pula dosa dan kesalahanku naik kepada-Mu.”

Doa Nabi Adam as.:
Ya Allah, Tuhan kami. Selama ini kami hanya menzalimi dan menganiaya diri kami sendiri. Jika saja Engkau tidak mengampuni dosa-dosa kami dan mengasihi kami, tentu kami termasuk orang-orang yang merugi.

Doa Imam al-Ghazali:
Tuhanku, tidaklah pantas aku menjadi penghuni Firdaus-Mu. Namun, tak mungkin pula aku kuat menahan panasnya Neraka-Mu. Karena itu, terimalah tobatku dan ampunilah dosa-dosaku. Sesunguhnya Engkau Maha Pengampun dosa dan Engkau Mahabesar. Amin.

Dari : berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar