Menelusuri Jejak We Tenriabeng

Salah seorang pemeran utama wanita dalam Epos Lagaligo yang kurang terlihat peranannya dalam pemerintahan Kedatuan Luwu adalah We Tenriabeng (Tandiabe), saudari kembar Sawerigading.Permaisuri dari Remmang ri Langi alias Hulontalangi (Raja pertama Gorontalo) alias Tamboro Langi(Tokoh sejarah suku Toraja) ini, sesungguhnya pernah tampil sebagai Datu di Luwu, mengisikekosongan kekuasaan Pasca Batara Lattu. Kekosongan kekuasaan terjadi karena Tana Luwu ditinggal pergi oleh Sawerigading, yang bersumpah tidak akan kembali lagi ke Tana Luwu.

La Galigo di Gorontalo

Legenda Sawerigading dan kembarnya, Rawe, adalah berkait rapat dengan pembangunan beberapa negeri di kawasan ini. Mengikut legenda dari kawasan ini, Sarigade, putera Raja Luwu' dari negeri Bugis melawat kembarnya yang ...telah hidup berasingan dengan orangtuanya. Sarigade datang dengan beberapa armada dan melabuh di Tanjung Bayolamilate yang terletak di negeri Padengo. Sarigade mendapat tahu bahwa kembarnya telah menikah dengan raja negeri itu yaitu Hulontalangi. Karena itu bersama-sama dengan kakak iparnya, ia setuju untuk menyerang beberapa negeri sekitar Teluk Tominidan membagi-bagikan kawasan-kawasan itu. Serigade memimpin pasukan berkeris sementaraHulontalangi memimpin pasukan yang menggunakan kelewang. Setelah itu, Sarigade berangkat keTiongkok untuk mencari seorang gadis yang cantik dikatakan mirip dengan saudara kembarnya.Setelah berjumpa, ia langsung menikahinya

Terdapat juga kisah lain yang menceritakan tentang pertemuan Sawerigading dengan Rawe. Suatu hari, Raja Matoladula melihat seorang gadis asing di rumah Wadibuhu, pemerintah Padengo. Matoladula kemudian menikahi gadis itu dan akhirnya menyadari bahwa gadis itu adalah Rawe dari kerajaan BugisLuwu'. Rawe kemudiannya menggelar Matoladula dengan gelar Lasandenpapang.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sureq_Galigo

Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya ‘pengembarayang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila. Kemudian dia menikah dengan salah seorang perempuan pendatang yang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Perahu tersebut berpenumpang delapan orang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan orang Gorontalo, tepatnya yang menjadi cikal bakal masyarakat keturunan Gorontalo saat ini. Sejarawan Gorontalo pun cenderung sepakat tentang pendapat ini karena hingga saat ini ada kata bahasa Gorontalo, yakni 'Hulondalo' yang bermakna 'masyarakat, bahasa, atau wilayah Gorontalo'. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya menjadi Gorontalo.

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache%3ANr0dHvPZO30J%3Awww.gorontalo-info.20megsfree.com%2Fasb.html+hulontalangi+tilong+kabila&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id

Nama-Nama Raja Luwu yang yang terdapat dalam Silsilah Melayu dan Bugis pada masa Galigo
menurut Buku Andi Djemma Datu Luwu

  1. SITI MALANGKE (Datue ri Malangke’?) ratu di tanah Bugis Silayang.
  1. DATU PALINGI’I (Datu Palinge’ ?) : buku Galigo : Mutia Unru’ Datu Palinge ri Senrijawa, permaisuri La Patiganna Aji’ Sangkuru Wira, Patoto’-e).
  1. PATUTUI’ (Galigo : Patotoe, suami Mutia Unru’ Datu Palinge’, jadi bukan anaknya Datu Palinge,nama asli La Patiganna).
  1. BETARA GURU (Galigo : La Toge’langi bergelar Batara Guru, Raja Pertama Luwu’).
  1. BETARA LATTO’ ( Galigo : La Tiuleng, bergelar Batara Lattu’, Raja Luwu II).
  1. TATA (Galigo: La Tenritatta’, Pajung Masagalae ri Luwu’, Raja Luwu III dan terakhir pada periodeGaligo).
  1. SAUNG RI WARA’ LATTALAKA (Saung ri ware’?) naskah GALIGO: SIMPURUSIANG, anak WeTenri Abeng, saudara kembar Sawerigading, dan Remmang ri Langi’: raja pertama periode Lontara’Sejarah).
  1. SIAJANGE KURINNA (Lontara’ : ANAKAJI yang kawin dengan We Tappacina, anak Datue riMACCAPAI (MAJAPAHIT) : Datu Luwu II).

SOMBA OPU PERTAMA

SAWERIGADING (Galigo: La Maddukelleng To Appanyompa bergelar Sawerigading, Opunna Ware’-tidak pernah menjadi Raja Luwu’. Ia adalah suami We Cudai Daeng Ri Sompa, Datunna Tana Ugi’(Ratu Bugis II). LA GALIGO (Galigo: La Galigo To Padammani, Datunna Tana Ugi’ III pun tidak  pernah menjadi Raja Luwu’).

Meski tidak tercatat sebagai Raja di Luwu, nama Sawerigading justru tercatat sebagai Raja di KerajaanGowa. Menurut Forum Award Clasical Studies Britannica Internet Guide Award. Sawerigading tercatatsebagai Raja ke-3 Kerajaan Gowa. Catatan ini dapat menjadi indicator kuat bahwa yang menjadiSomba Opu pertama adalah Sawerigading. Somba Opu dapat bermakna: Raja di Kerajaan Gowa namuntidak pernah memerintah (jadi Raja) di Kerajaan Luwu. Berikut Silsilah Raja Gowa menurut sumber tersebut.

First Dynasty:

Batara Guru I
Batara Lettu
Saweri Gading……………………………….
Letta Pareppa
Simpuru Siyang
Anekaji
Punyangkuli
La Malolo


Second Dynasty :

Ratu Sapu Marantaiya………………………….
Karaeng Katangka I
Ka-Karaeng-an Bate Salapang :
1. Karaeng Garassi
2. Karaeng Katengang
3. Karaeng Parigi
4. Karaeng Siang………………………………..
5. Karaeng Sidangraye
6. Karaeng Lebangan
7. Karaeng Panaikang
8. Karaeng Madulo
9. Karaeng Jampaga

Sumber: http://my.raex.com/~obsidian/seasiaisl.html


JEJAK WE TENRIABENG

Dari Buku Ritumpanna Walenrengnge, yang mengutip sumber silsilah dari Fredericy, diketahui bahwa ketika kekosongan kekuasaan Kerajaan Luwu pasca Batara Lattu, menyusul kepergian Sawerigading meninggalkan Luwu dan kemudian penolakan Lagaligo menjadi Raja Luwu, maka tampuk kekuasaanKerajaan Luwu diserahkan kepada We Tenriabeng, saudari kembar Sawerigading. Penolakan Lagaligo bin Sawerigading menjadi Datu di Luwu memperpanjang masa kekuasaan WeTenriabeng. Bahkan Letta Pareppa, anak We Tenriabeng buah perkawinannya dengan Remmang riLangi pun sempat tampil memerintah di Luwu, sebelum kekuasaan tersebut diserahkan kepada LaTenri Tatta bin Lagaligo, sebagai orang yang berhak mewarisi Kedatuan Luwu. Usai prosesi penyerahan kekuasaan kepada La Tenri Tatta bin Lagaligo, giliran pasutri We Tenriabeng dan Remmang ri Langi yang meninggalkan Tana Luwu. Ke mana rimbanya? W Allahu a’lam bisshawab. Namun tak lama setelah prosesi tersebut, lahirlah Kerajaan Siang di Pangkep. Bersamaan dengan hal tersebut, Letta Pareppa bin Remmang ri Langi justru tampil sebagai Raja ke-4 di Kerajaan Gowa menggantikan Sawerigading. Dan tradisi Datu di Kerajaan Tanete Barru yang merupakan penerus dari Kerajaan Sawwammegga yang selalu di pegang dari Kaum Ibu, menjadi indikator kuat bahwa jejak langkah We Tenriabeng sesungguhnya tercium di pesisir barat Sulawesi Selatan. Tak diragukan lagi  beliaulah yang diberi gelar Karaeng Kodingareng, pendiri Kerajaan Siang pada tahun 1112 Masehi, sebagaimana yang dituliskan AZ. Abidin dalam buku "The Emergency of Early Kingdom in SouthSulawesi” halaman 458:

Tome Pires asserted that there were more than fifty rajahs in Sulawesi, which was abundant in food,and that the inhabitatants of Makassar (South Sulawesi) were the greatest pirates in the world and were much respected. M. Gordinho de Eredia, a halfcaste Portuguese, whose mother was a Bugisnoblewoman of Suppa’, gives us information that Siang is older than Gowa, and was faounded by
Godinaro (Karaeng Kodingareng?) in 1112 during the reign of Dom Alfonso, the first king of Portugal and Pope Pascal II [Pelras 1973, unpublished lecturer]. Haji Kulle, who has read the Lontara’ Siang,told us that the fisrt ruler of Siang called Karaeng Kodingareng was a daughter of a king of Luwu’,eventhough he was not able to disclose the governance of Siang, except that the queen was assisted bya council of tribal chiefs.

Usai mendirikan Kerajaan Siang dan menyerahkannya kepada anak cucunya beliau pindah ke Tenggaradan mendirikan kerajaan di sana. Tak heran jika nama Tenriabeng di Sulawesi Tenggara pun dikenalsebagai Tandiabe. Lagaligo di Sulawesi Tenggara menyebutkan hal tersebut. Wilayah kekuasaan pasutriini (Remmang ri Langi dan We Tenriabeng) sungguh sangat luas. Karena Remmang ri Langi aliasHulontalangi adalah orang yang mendirikan Kerajaan Hulontalo (Gorontalo). Daerah kekuasan pasutriini memanjang dari Gorontalo hingga ke Bima. Di Bima ada dikenal sebuah Gunung bernama GunungTamboro yang dapat diduga diambil dari nama Tamboro Langi alias Remmang ri Langi aliasHulontalangi. We Tenriabeng di Gorontalo bergelar Tilo Pudelo. Hasil wawancara dengan seorangKepala Desa di Bone Bolango Propinsi Gorontalo, tak ada makna untuk Tilo Pudelo. Yang adamaknanya adalah Pilo Pudelo, yang berarti “orang yang ditempati menitipkan sesuatu”. Boleh jadimakna dari Tilo Pudelo adalah “orang yang dititipkan”. Dan We Tenriabeng sejatinya memang pernahdititipkan ke Hulontalangi ketika Sawerigading hendak mempersunting saudara kembarnya tersebut.Buah pernikahan Pasutri Remmang ri Langi dan We Tenriabeng melahirkan Letta Pareppa kemudianmenikah dengan Simpurutoja, saudara seibu sebapak La Galigo, alias seorang putri hasil perkawinanSawerigading dan We Cudai. Dari hasil perkawinan ini melahirkan Simpurusiyang, yang kemudianmenikah dengan Pati Anjala, Putri kandung dari Lagaligo. Perkawinan Simpurusiyang dan Pati Anjalamelahirkan Anakaji, yang mempersunting putri Majapahit.

AZ. Abidin dalam buku "The Emergency of Early Kingdom in South Sulawesi” halaman 463,menuliskan dengan keterangan yang agak berbeda, sebagai berikut:

According to LSW, those vassals of Luwu’ were given as a wedding present by the Second Datu Luwu’, Anakaji of the King of Mancapai’ (Majapahit?) We estimate that Anakaji ruled the end of the thirteenthcentury. According to a Lontara’ Luwu’ kept by Andi Sumange’rukka, Datu Pattojo in Soppeng, Lontara’ Cod Or 5449 and NB 208 of the university of Leiden and a genealogy of Andi’ Paramata inSengkang, his father was Simpurusiang, the first To Manurung during the Lontara’ period. Some Lontara’ depict him as the youngest son of Sawerigading.

Perbedaan data ini boleh jadi lantaran perbedaan interpretasi akan makna kata
Youngest Son of Sawerigading  Ada yang memaknai nya sebagai anak, ada yang memaknai nya sebagai cucu, atau bahkan ada yang memaknainya secara luas sebagai keturunan Sawerigading. Nah, kalau sudah dimaknai sebagai keturunan, maka hingga berapa turunan (generasi) pun pemaknaan tersebut tidak dapat dipersalahkan

SEBUAH HIKMAH

Sawerigading dan Lagaligo memang tidak pernah menjadi Datu di Luwu. Namun La Tenri Tatta, anak kandung Lagaligo, akhirnya menjadi Datu di Luwu, memenuhi keinginan leluhurnya Batara Guru danBatara Lattu serta segenap rakyat Luwu pada masa itu. Bahkan sumber data lain meyakininya menjadiPayung Luwu pertama.Datu di Luwu belum tentu seorang Payung. Tapi Payung Luwu sudah jelas seorang Datu. Ada ekstra
 
kompetensi yang harus dipenuhi seorang Datu jika ingin menjadi Payung. Mereka harus menempuhujian di “Tanah Bangkala” selama tujuh hari tujuh malam. Dan La Tenri Tatta berhasil melewati ujian tersebut hingga dilantik menjadi Payung Luwu yang pertama.

Sejatinya, apa yang terjadi antara La Tenri Tatta bin Lagaligo dengan Letta Pareppa bin Remmang riLangi hanyalah pertukaran wilayah kekuasaan. Hikmah penting yang dapat dipetik dari peristiwa ini adalah “pemenuhan amanah kepada yang berhak.” Sawerigading melalui keturunannya kembali mendapatkan haknya, sementara We Tenriabeng melalui Letta Pareppa juga memperoleh haknya melalui “TANAH YANG DIJANJIKAN” oleh Batara Lattu di Gowa (dulu Somba Opu).

Inilah pelajaran penting dari leluhur yang telah lama terabaikan saat ini, hingga negeri kita saat ini terpenuhi dengan watak koruptor. Pelajaran penting lain yang dicontohkan oleh We Tenriabeng dan Remmang ri Langi adalah kebesaran Jiwa (Karayaan/Karaengang) melepas yang bukan haknya untuk diberikan kepada yang berhak.

Masya Allah...., leluhur orang Sulawesi rupanya telah ribuan tahun mempraktekkannya, pada saat para generasinya ribuan tahun kemudian hanya pandai memperbincangkannya.


DAFTAR RAJA RAJA LUWU
(Sumber : Towarani 1407 Dikutip dari: Blog Gitalara)
--------------------------------------------------------------
  1. Batara Guru (Londong Mawale) raja pertama.
  2. Batara Lattu (Putera Batara Guru).
  3. Simpurusiang (Putera We Tenriabeng yang bersaudara kembar dengan Sawerigading, cucu dari Batara Lattu) 1300.
  4. Anakaji (Putera Simpurusiang. Inilah yang kawin dengan putra Majapahit bernama We Tappacina).
  5. Tanpa Balusu (Putera Anakaji).
  6. Tanra Balusu (Putera Tanpa Balusu).
  7. Toappanange (Putera Tanra Balusu).
  8. Batara Guru II (Putera Toappanange.)
  9. Lamariawa (Putera Tanpa Balusu).
  10. Datu Risaung Le’bi (Putera Batara Guru II).
  11. ManinggoE ri Bajo (Putera Datu Risaung Le'bi'i).
  12. Tosangkawana (Kemanakan ManinggoE ri Bajo).
  13. Datu Maoge (Kemanakan Tosangkawana).
  14. We Tenriawe (Sepupu sekali Datu Maoge).
  15. Patiarase' 1580-1615 (Putera We Tenriawe, Raja Luwu pertama yang masuk Islam).
  16. Pati Passaung Sultan Abdullah MatinroE ri Patimang Putera Patiarase'. Kawin dengan KaraengBalla Bugisi dari Gowa 1615 – 1637.
  17. Petta MatinroE ri Gowa (Putera Pati Passaung).
  18. Settiaraja (MatinroE ri Tompo' tika' (Putera Petta Mattiroe ri Gowa.
  19. MatinroE ri Pilka (Sepupu sekali Settiaraja).
  20. Settiaraja (Kedua kali jadi raja).
  21. To Palaguna MatinroE ri Langkanana Putera Settiaraja. Raja inilah yang kawin dengan WePatteketana Daeng Tanisanga (Datu Tanete XIII).
  22. Batari Tungke Sultanat Fatimah MattinroE ri Patturu putri To Palaguna).
  23. Batari Toja Sultanat Sitti Sainab MatinroE ri Timpuluna sepupu sekali Batari Tungke, ia juga menjadi Mangkau di Bone dan Dati di Soppeng, Istri La Patau Matanna Tikka, Raja Bone).
  24. We Tenrileleang (Puteri Batari Tungke').
  25. La Kaseng MatinroE ri Kaluku BodoE (Sepupu We Tenrileleang).
  26. We Tenrileleang kedua kalinya menjadi Datu Luwu).
  27. La Tenripeppang (Putera La Kaseng).
  28. We Tenriawaru Puteri Latenri Peppang. Kawin dengan Mappoleonro, Datu Soppeng ke 28. (1765-1820).
  29. Laoddampero (Putera We Tenriawaru).
  30. Patipatau Toappanyompa (Putera Laoddarnpero), MatinroE ri Tomalullu (Putera We Tenriawaru).
  31. Iskandar Opu Daeng Pali (Kemanakan MatinroE ri Tomalullu).
  32. Andi Kambo Opu Daeng Risompa MatinroE ri Bintara (Putera Patipatau To Appa-nyompa).
  33. Andi Djemma (Putera Andi Kambo).
  34. Andi Jelling (Paman Andi Djemma).
  35. Andi Djemma (Untuk kedua kalinya, setelah Republik Indonesia).

MENELUSURI PERIODESASI KEDATUAN LUWU

Masih banyak yang menjadi misteri akan susunan di atas. Periode Raja-raja atau Datu tersebut masih jarang dicantumkan. Nama Dewaraja pun tidak tercantum dalam daftar. Demikian juga Putra penggantinya yang bernama Sanggaria, pun tidak tercantum. Padahal nama kedua Raja ini dikenaldalam berbagai Lontara Sulawesi Selatan hingga di Kerajaan-kerajaan Melayu. Jawaban atas misteri inidapat diduga, bahwa baik Dewaraja maupun Sanggaria adalah nama asli kedua Raja tersebut. KeduaRaja Luwu ini tetap tercantum dalam daftar dari sumber di atas dalam bentuk gelar mereka masing-masing. Lalu manakah gelar dari kedua Raja ini? Mari kita telusuri bersama.


PERIODESASI KERAJAAN SIANG

Dalam buku "The Emergency of Early Kingdom in South Sulawesi” halaman 458, AZ. Abidin menuliskan:

Tome Pires asserted that there were more than fifty rajahs in Sulawesi, which was abundant in food and that the inhabitatants of Makassar (South Sulawesi) were the greatest pirates in the world and were much respected. M. Gordinho de Eredia, a halfcaste Portuguese, whose mother was a Bugisnoblewoman of Suppa’, gives us information that Siang is older than Gowa, and was faounded byGodinaro (Karaeng Kodingareng?) in 1112 during the reign of Dom Alfonso, the first king of Portugal and Pope Pascal II [Pelras 1973, unpublished lecturer]. Haji Kulle, who has read the Lontara’ Siang,told us that the fisrt ruler of Siang called Karaeng Kodingareng was a daughter of a king of Luwu’,eventhough he was not able to disclose the governance of Siang, except that the queen was assisted bya council of tribal chiefs.

AZ. Abidin dalam buku "The Emergency of Early Kingdom in South Sulawesi” halaman 463,menuliskan dengan keterangan yang agak berbeda, sebagai berikut:

According to LSW, those vassals of Luwu’ were given as a wedding present by the Second Datu Luwu’, Anakaji of the King of Mancapai’ (Majapahit?) We estimate that Anakaji ruled the end of the thirteenthcentury. According to a Lontara’ Luwu’ kept by Andi Sumange’rukka, Datu Pattojo in Soppeng, Lontara’ Cod Or 5449 and NB 208 of the university of Leiden and a genealogy of Andi’ Paramata inSengkang, his father was Simpurusiang, the first To Manurung during the Lontara’ period. Some Lontara’ depict him as the youngest son of Sawerigading.

Sumber di atas cukup membantu menyebutkan berdirinya Kerajaan Siang pada tahun 1112 Masehiserta periode Anakaji, Datu kedua Luwu periode Lontara’ yang ditaksir berada pada akhir abad ke-13,atau akhir tahun 1200-an yang sangat dibutuhkan menelusuri periode Datu-datu Luwu. Hal ini relevandengan periode yang dicantumkan Daftar Raja Gowa yang dikeluarkan oleh Inggris di atas, yangmencantumkan periode Simpurusiyang pada tahun 1200 Masehi, yang juga telah memberi data periodesasi Sawerigading pada 1000 Masehi, yang relevan dengan periode We Tenriabeng pada saat yang sama.DEWA RAJA DATU KELALI’Untuk menelusuri siapakah Dewaraja maupun Sanggaria, petunjuk terdekat yang dapat di pedoman iadalah PATIARASE yang berperiode 1580 – 1615. Petunjuk lain adalah periodesasi Dewaraja sendiri.Masalah yang ditemui pada periodesasi Dewaraja adalah setidaknya ada 2 sumber berbeda yang menuliskan periodesasi beliau. AZ Abidin dalam The Emergency of Early Kingdom in South Sulawesi halaman 463 menuliskan:

Since Lontara’s Luwu do not mention the dates and the lengths of the king’s reigns, we have to consult  Lontara’s of Wajo’ and Bone, and the diaries of Gowa and Tallo’ (Lontara Bilang of Gowa). For example, LSW provides us with data concerning the eleventh king of Luwu’, To Sangereng, titled  Dewaraja Datu Kelali’ (li. The King with a cockscomb), while living in (a place in Bone), he made atreaty with the second Arung Matoa Wajo’, La O’bi’ Settiriware’. By using Noorduyn’s method (1965:145-146) (i.e. counting backward chronologycally starting from time when Islam was adopted in Wajo’ in 1609), we are able to determine the reigns of Settiware’ and the first Arung Matoa. Thus, the reign of Settiware’ is assigned to about 1482 to 1487. To Sangereng Dewaraja concluded a second treaty of  friendship with the fourth Arung Matoa Wajo’ La Tadampare’ Puang ri Ma’galatung (1491-1521) toattack Sidenreng. This treaty is called Singkeru’ Patolae ri Topaccedo’, the treaty of Topaccedo’. After Sidenreng was defeated by Luwu’ and Wajo’, the Datu Luwu’ attacked Bone, but was defeated and had to conclude a treaty with La Tenrisukki’, the fifith king of Bone. During the last phase of the reign of  Arung Matoa Wajo’ La Tadampare’, Wage, Tampangeng Singkang (Modern Sengkang) and Tempe and all vassals of Luwu’ were annexed by Wajo’.


SUMBER LAIN DARI MELAYU:

Kemangkatan Dewaraja, pemerintah Luwuk, menyebabkan berlakunya perbalahan dinasti. Daeng Mantare membantu Bone menawan Luwuk di mana ketika itu pemerintahan Luwuk dituntut olehSanggaria. Pada sekitar tahun 1535, Sanggaria kemudiannya mendapatkan perlindungan di Wajo'. Kesempatan ini direbut oleh Bone dan Goa di mana Luwuk kemudiannya terpaksa menandatangani perjanjian mengakui kekalahannya dan akan menyertai Goa, Bone dan Soppeng menentang Wajo' atas tindakan Wajo' yang bersifat neutral ketika peperangan berlaku. Ini menyebabkan Wajo' terpaksa menukar ikrar setia dari Luwuk kepada Goa. Sanggaria kemudiannya dibenarkan menjadi raja Luwuk tanpa kuasa.

Sumber: http://www.sabahforum.com/forum/post157272.html

Dari kedua sumber di atas, data tentang periodesasi Sanggaria yang berada pada tahun 1535 makinmendekatkan kita pada periode Patiarase yang dimulai tahun 1580. Bantuan yang cukup berarti diperoleh dari tulisan ANDI ODDANG yang berjudul

KERAJAAN BELAWA, NEGERI DI BATAS  PERSIMPANGAN SEJARAH.
Berikut kutipannya:
Sebagaimana tersebut pada Lontara Sukkuna Wajo (LSW), bahwa pada penghujung abad XV terjadi peristiwa  Rumpa'na Sidenreng , yakni perang berkepanjangan antara Kerajaan Luwu dan KerajaanSidenreng yang melibatkan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya. Kemurkaan Pajung Luwu XVI yang bernama  La Dewaraja To Sengereng Daeng Kelalik Petta MatinroE ri Bajo  pada La Pateddungi Addaowang Addatuang Sidenreng IV mencetuskan peperangan diantara kedua negeri besar yang berpengaruh itu. Sementara itu, Sidenreng sebagai pihak "bertahan" mendapat dukungan dari 4kerajaan tetangganya, yaitu : Belawa, Rappeng, Bulu Cenrana dan Otting sehingga mampu bertahandari gempuran pasukan Luwu yang sebenarnya lebih besar. Hal inilah yang memaksa Pajung Luwusendiri melakukan muhibah ke Wajo untuk meminta bantuan Arung Matoa Wajo yang kala itu sedangdijabat oleh La Tadampare' Puang ri Maggalatung . Ketika perjalanan rombongan baginda tiba diTopaceddo', dikirimlah utusan kepada Arung Matoa sambil membawa hadiah (oleh-oleh ?) berupa : 3orang Ata (budak), 3 pasang sampu (sarung sutera) dan 3 pasang gelang emas sebagai pembuka kata penyampaian permohonan kiranya Arung Matoa berkenan ke Topaceddo' untuk menemui PajungngE.

Kata kunci yang sangat membantu kita menemukan siapa Dewaraja dalam Daftar susunan Raja Luwu melalui tulisan Andi Oddang di atas adalah PETTA MATINROE ri BAJO, yang relevan dengan kata MANINGGO E ri BAJO dalam daftar susunan di atas. Angka 1530 pada Dewaraja adalah tahun tutup usianya. Adapun tahun kelahiran beliau belum diketahui, namun dapat ditaksir dengan melihat periode the second Arung Matoa Wajo’, La O’bi’ Settiriware’. 1482 to 1487 atau La Taddampare’ Puang riMa’galatung dari Wajo tahun 1491 – 1521 Masehi, dalam catatan AZ Abidin di atas.


Dengan Memadukan Berbagai Sumber Data Berbeda Tentang Daftar Raja-Raja Luwu ( Datu )
Raja Luwu ( Datu )
Penjelasan
1. SITI MALANGKE

2. DATU PALINGI’I

3. PATUTUI’

4. BETARA GURU

5. BETARA LATTO’

6. WE TENRIABENG
1000 Masehi
7. LA TENRI TATA
1100 Masehi
8. LETTA PAREPPA
1110 Masehi
9. SIMPURUSIANG
1200 Masehi
10. ANAKAJI
Akhir 1200 Masehi
11. Tanpa Balusu (Putera Anakaji).
Awal 1300 Masehi
12. Tanra Balusu (Putera Tanpa Balusu)

13. To Appanange (Putera Tanra Balusu)

14. Batara Guru II (Putera Toappanange)

15. Lamariawa (Putera Tanpa Balusu)

16. Datu Risaung Le’bi (Putera Batara Guru II)

17. Dewaraja/Datu Kelali’ ManinggoE ri Bajo
1400 – 1530 Masehi
18. Tosangkawana (Kemanakan ManinggoE ri Bajo)
1530 – 1535 Masehi
19. Sanggaria/Datu Maoge (Kemanakan Tosangkawana)
1535 – 1550 Masehi
20. We Tenriawe (Sepupu sekali Datu Maoge)
1550 – 1580 Masehi
21. Patiarase'
1580 - 1615 Masehi
22. Pati Passaung Putera Patiarase'
1615 – 1637 Masehi
23. Petta MatinroE ri Gowa (Putera Pati Passaung)
1637 - …… Masehi
24. Settiaraja

25. MatinroE ri Pilka (Sepupu sekali Settiaraja)

26. Settiaraja (Kedua kali jadi raja)

27. To Palaguna MatinroE ri Langkanana

28. Batari Tungke

29. Batari Toja

30. We Tenrileleang (Puteri Batari Tungke')

31. La Kaseng MatinroE ri Kaluku BodoE ( Sepupu We  Tenrileleang )

32.We Tenrileleang  (kedua kalinya menjadi Datu Luwu)

33. La Tenripeppang (Putera La Kaseng)
– 1765 Masehi
34. We Tenriawaru Puteri Latenri Peppang
1765 - 1820 Masehi
35. La Oddampero (Putera We Tenriawaru)
1820 - ….. Masehi
36. Patipatau ToAppanyompa (Putera La Oddarnpero)

37. MatinroE ri Tomalullu (Putera We Tenriawaru)

38. Iskandar Opu Daeng Pali (Kemanakan MatinroE ri Tomalullu)

39. Andi Kambo Opu Daeng Risompa (Putera Patipatau Toappanyompa).

40. Andi Djemma (Putera Andi Kambo)

41. Andi Jelling (Paman Andi Djemma)

42. Andi Djemma (Untuk kedua kalinya, setelah Republik Indonesia)


Masih banyak dari susunan Datu dari daftar di atas yang bersifat misteri karena belum teridentifikasi periodenya. Dan dari 42 orang Datu yang tertulis dalam daftar ini, minimal ada 3 Raja yang dituliskan sebanyak dua kali dalam daftar karena dua kali tampil menjadi Raja Luwu, yakni; SETTIARAJA, WE TENRI LELEANG dan ANDI DJEMMA. Jadi sesungguhnya, jumlah Raja atau Datu yang pernah memerintah di Kedatuan Luwu hanya ada 39 orang.

LUWU DAN GADJAH MADA

Yang sangat menantang untuk ditelusuri adalah periode antara Tanpa Balusu (Putera Anakaji) yang berada pada awal 1300 Masehi hingga sebelum Dewaraja/Datu Kelali’ pada akhir 1400 – 1530 Masehi. Sangat menantang, karena dalam periode inilah bersinggungan dengan periode Gadjah Mada yang terkenal dengan Sumpah PALAPA (sebagaian lagi orang Jawa menyebutnya Sumpah PALOPO). Periode Gadjah Mada adalah 1299-1364 Masehi. Mungkin benar Gadjah Mada tidak terlahir di Luwu atau di Sulawesi, tapi beberapa pihak justru meyakininya sebagai orang Sulawesi, sama seperti keyakinan beberapa sejarawan Lokal dan nasional bahwa kata PALAPA atau PALOPO ini erat kaitannya dengan SUMPAH PALAPA (PALOPO) yang diucapkan GADJAH MADA.
Hipotesa yang penulis kembangkan adalah Gadjah Mada yang gagal mempersunting DYAH PITALOKA karena sang putri bunuh diri, akhirnya berlabuh ke Palopo dan menanggalkan SUMPAH PALAPA di PALOPO? Boleh jadi salah satu dari nama-nama berikut ini, yakni; Tanra Balusu (PuteraTanpa Balusu), To Appanange (Putera Tanra Balusu), Batara Guru II (Putera Toappanange), Lamariawa(Putera Tanpa Balusu), Datu Risaung Le’bi (Putera Batara Guru II), yang belum teridentifikasi periodenya adalah nama lain atau gelar Sang Gadjah Mada di Kerajaan Luwu? Who was to know?

Tak ada ada salahnya berhipotesa, apalagi jika hipotesa tersebut sangat didukung oleh beberapa keterangan-keterangan yang menguatkan hipotesa tersebut ke arah fakta. Sejarah bukanlah Agama yang harus diyakini 100 persen. Karena “TAK ADA KEBENARAN TUNGGAL DALAM SEJARAH”.

Referensi : Dirangkum dari berbagai sumber 

Wassalam.............

Oleh: Ashari Thamrin

2 komentar:

Unknown mengatakan...

salam,saya andi ismail bin andi iskandar drp malaysia ingin mengetahui sejarah datu ke 32 iaitu
iskandar opu daeng pali klu dpt e-mel kepada saya
aandiiskandar@gmail.com,terima kasih atas infonye

Unknown mengatakan...

Like this much!

Posting Komentar